
Setelah sempat melabuhkan dukungan ke Ridwan Kamil, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya memutuskan mengusung kadernya sendiri dalam pilkada Jawa Barat. Menurut pengamat, hal ini membuat pilkada Jabar menjadi 'medan pertempuran yang berat'.
Konstelasi politik di Jawa Barat memang sangat dinamis. Dengan jumlah pemilih terbanyak di seluruh Indonesia, yakni sekitar 35 juta pemilih, pemilihan gubernur provinsi ini dinilai menjadi faktor penentu dalam pemilihan presiden tahun depan.
Namun, pengamat politik dari Universitas Padjajaran Firman Manan memandang karakter pemilih yang religius dan merupakan pemilih tradisional yang memilih figur dengan popularitas tinggi, kans PDIP untuk menang di Pilgub Jabar sangat kecil.
"Artinya memang Jawa Barat agak sulit ditaklukan oleh PDIP, jadi ini medan pertempuran yang berat. Salah satu yang saya itu lihat adalah karakter pemilih, Jawa Barat itu salah satu karakter pemilih adalah pemilih yang religius," ujar Firman kepada BBC Indonesia, Minggu (07/01).
Pilkada 2018: Keputusan 'injury time' PDIP, cegah blunder atau pragmatis?Apakah Golkar akan jadi penentu kemenangan Jokowi di Pemilu 2019?Diwarnai 'tangis Megawati dan kiai', PDI-P terima pengunduran diri Azwar AnasSetelah sebelumnya sempat digadang-gadang akan berlabuh mendukung Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, PDIP akhirnya memutar haluan di menit-menit terakhir. Diumumkan langsung oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarno Putri, partai nasionalis ini memutuskan pasangan TB Hasanudin dan Anton Charliyan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat di pemilihan gubernur (pilgub) Jabar.
Beberapa jam sebelumnya, dalam akun instagramnya Ridwan Kamil memajang gambar dirinya bersama Bupati Tasikmalaya, Uu Ruzhanul Ulum. Dalam slogan tersebut tertulis slogan Jabar Juara.
"Alhamdulillah, bismillah," kata Ridwan Kamil dalam keterangan gambar tersebut.
Ridwan diusung oleh empat partai politik, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Hanura.
Pilihan realistis
Memilih TB Hasanudin-Anton Charliyan diakui Mega bukan proses yang mudah. Pasalnya, Jawa Barat adalah medan perang yang cukup riuh di pilkada serentak 2018. Beberapa opsi pun diakuinya muncul dari internal dan eksternal PDIP. Namun dirinya lebih memilih mengusung kader sendiri.
"Ini battle (pertempuran) ini. Saya waktu ngomongin Jabar ngamuk terus. Ada yang bilang, ini deh bu, gabung koalisi itu, atau inilah, itulah. Saya bilang 'Tidak!' Saya ini banteng, kalau sudah keluar kumis dan bilang tidak, sudah enggak ada yang berani ngomong," kata dalam Pengumuman Enam Cagub-Cawagub PDIP di DPP PDIP, Lenteng Agung, Minggu (07/01) pagi.
Hak atas foto Rengga Sancaya/detikcom Image caption Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri memilih pasangan TNI - Polri, TB Hasanudin dan Anton Charliyan dalam Pilgub Jabar 2018.Padahal sebelumnya, nama Ridwan Kamil sempat mencuat sebagai kandidat yang diusung PDIP. Hal ini bahkan diamini oleh Sekretaris DPD PDIP Jabar Abdy Yuhana usai rapat internal di kediaman Mega pada Jumat (05/01).
Namun pada Minggu pagi, Ridwan Kamil yang akrab disapa Kang Emil ini malah memajang gambar dirinya bersama Bupati Tasikmalaya, UU Ruzhanul Ulum. UU merupakan kader PPP yang diusulkan partai tersebut ke Ridwan Kamil.
Menurut Firman, keputusan PDIP di menit-menit terakhir itu merupakan pilihan paling realistis yang ditempuh oleh partai.
Megawati keluhkan tudingan PDIP sebagai 'jelmaan Partai Komunis Indonesia'Pilkada 2018: Partai Demokrat merasa dikriminalisasi, analis sebut partai 'bermanuver'Petinggi Polri dan TNI maju di Pilkada 2018, Indonesia kembali ke Orde Baru?"Karena kalau PDI sebagai partai pemegang suara terbesar di Jawa Barat bergabung dengan koalisi pendukung Kang Emil, tapi tidak menempatkan orang di posisi Cagub atau Cawagub kan juga secara psikologis politik juga menjadi problem. Sehingga, saya pikir itu pilihan realistis yang diambil PDI-P untuk kemudian mengusung calon sendiri," jelasnya.
Kendati begitu, diakui oleh Firman, rekam jejak PDIP di pilkada Jabar sendiri kurang baik. Dalam Pilkada 2008 dan 2013, PDIP kalah. Lalu di Pilpres 2014 walaupun Joko Widodo yang diusung oleh PDIP menang secara nasional tapi di Jawa Barat kalah dengan rivalnya Prabowo yang menguasai suara hampir 60%.
Medan tempur yang berat
Dengan rekam jejak seperti itu, menaklukkan Pilkada 2018 menjadi hal yang sulit bagi PDIP. Belum lagi karakter pemilih di Jawa Barat yang notabene pemilih religius dan tradisional.
"Ada karakteristik pemilih yang religius, PDIP secara partai dianggap berjarak dengan Islam. Lalu yang kedua dalam karakteristik pemilih tradisional juga popularitas calonnya tidak mendukung sampai sejauh ini," kata dia.
Popularitas dan elektabilitas pasangan yang diusung PDIP, menurutnya, kalah dengan rival mereka, seperti Ridwan Kamil - Uus Ruzhanul Ulum yang diusung koalisi PPP, PKB, Nasdem dan Hanura, Wakil Gubernur Deddy Mizwar -Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang diusung Golkar dan Demokrat, serta pasangan Sudrajat - Muhammad Syaikhu yang diusung oleh koalisi Gerindra, PKS dan PAN.
Hak atas foto Yulida Medistiara/detik.com Image caption Pada pengumuman calon gubernur dan wakil gubernur dari PDIP pada Minggu (07/01), TB Hasanudin menggunakan baju adat Sunda."Kalau kita lihat pasangan calon yang diusung PDIP, TB Hasanudin dan Anton Charliyan, bagaimana pun tingkat popularitas dan elektabilitasnya rendah dibandingkan calon-calon lain, ada nama Kang Emil, ada nama Kang Demiz (Deddy Mizwar) - Dedi Mulyadi. Itu yang juga membuat agak berat bagi PDIP dalam pilgub kali ini.
Apalagi, PPP dan PKB memiliki basis massa yang sangat besar di Priangan Timur dan Pantura.
Pasangan cagub dan cawagub yang diusung oleh poros Gerindra dan PKS juga tidak bisa dianggap enteng. Apalagi, keduanya memiliki mesin politik yang efektif. Paling tidak terbukti pada dua pilkada sebelumnya.
Berkembangya Islam konservatif di Jawa Barat belakangan ini, menurut Firman, juga akan memanaskan tensi Pilkada Jabar ke depan.
"Bahkan kalau kita lihat perkembangan terakhir juga muncul kekuatan Islam yang konservatif. Sementara PDIP pada tingkatan tertentu itu dicitratkan berjarak dengan Islam. Itu yang saya pikir jadi persoalan, untuk konteks Jawa Barat bagi PDIP, kenapa PDIP terlihat sulit untuk menang di Jawa Barat," ujar Firman.
Hak atas foto Rengga Sancaya/detikcom Image caption Sempat digadang-gadang bakal diusung PDIP sebagai calon gubernur Jawa Barat, akhirnya Wali Kota Ridwan Kamil berduet dengan Bupati Tasikmalaya, Uu Ruzhanul Ulum.Sementara itu, Ridwan Kamil yang kini berduet dengan Bupati Tasikmalaya, UU Ruzhanul Ulum, menegaskan bakal menghindari politik SARA.
"Kami pernah kerja dan track record ada, bahkan kami akan hindari politik SARA yang dangkal. Saya di bidang perkotaan dan Uu di desa. Kami bergerak di bidang ini dan yakin menang," ujar Emil kepada wartawan di kediaman Ketua Umum Oesman Sapta Odang di Jakarta, Minggu (07/01).
Pemanasan Pilpres 2019
Lebih jauh Firman menjelaskan, dengan jumlah pemilih terbanyak se-Indonesia, dengan jumlah sekitar 35 juta pemilih, Jawa Barat menjadi wilayah yang strategis bagi pemilihan presiden 2019. Apalagi, keduanya hanya berjarak setahun.
Adapun sampai saat ini, dua nama menonjol dalam Pilpres 2019 adalah Presiden Joko Widodo dan mantan rivalnya dalam Pilpres 2014, yakni Prabowo Subianto.
"Artinya kemudian ini memanaskan mesin politik, tidak hanya mesin partai. Semua dipanaskan karena sudah tidak ada waktu lagi sebetulnya. Pilgub Jawa Barat itu bahkan kalau saya lihat bagian tahapan pemenangan menuju 2019," ujarnya.
Hak atas foto Getty Images Image caption PDIP memenangkan pemilu legislatif 2014 dan mencatat kemenangan 53% pada Pilkada 2017.Hal itu terlihat dari konstelasi politik dalam pilgub kali ini. Koalisi Gerindra dan PKS, menurutnya, tak lain adalah membangun aliansi antara kedua partai untuk mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Sama halnya dengan poros PPP, PKB, Hanura dan Nasdem.
"Kalau PKS-Gerindra saya pikir itu akan dirawat sampai nanti pada saatnya mengusung Prabowo di 2019. Lalu kemudian pasangan kang Emil akan diarahkan untuk mendukung Presiden Jokowi. Jadi hitung-hitungan itu yang menghubungkan antara Pilgub 2018 dengan Pilpres 2019.
Pada pilpres lalu, meski secara nasional Jokowi yang diusung oleh PDI menang secara nasional, tapi Prabowo unggul di Jawa Barat dengan porsi suara 60%.
Figur gubernur, menurut Firman, menjadi faktor penentu dalam pilpres ke depan.
"2014 tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Aher sebagai gubernur yang support penuh kemenangan Prabowo. Jadi nanti siapa pun yang menjadi gubernur Jawa Barat itu saya pikir akan jadi determinant factor untuk kemudian mendorong kemangan siapa pun capres yang didukungnya di 2019."